Ini kisah nyata… Anggap saja saya ingin berbagi… Siapa tahu Anda memiliki kisah yang sama.
Tahun 2012 ada seorang teman, beliau merupakan guru bisnis bagi saya, yang tiba-tiba datang ke rumah. Namanya pak Broto. Punya usaha distribusi sembako yang rutin mensuplay untuk pasar-pasar tradisional, salah satunya mensuplay toko saya. Usaha ini berdomisili di Bekasi.
“Fajar, sampean tolong ajarin karyawan-karyawan saya cara mencatat faktur penjualan pakai program keuangan, karena saya lihat kamu sudah pakai komputer di toko kamu kan?”, ujar beliau dengan logat jawanya yang khas.
“Oke siap pak…”, dengan semangat 45 saya langsung menyanggupi. Esoknya saya datang ke kantor beliau yang saat itu masih sangat sederhana, bangunan semi permanen dan status sewa. Tapi, saya kemudian protes “Lah… saya mau ajarin apa pak? Masa disuruh ngajarin tapi tidak ada komputer disini… Karyawan bapak kan masih pakai kertas untuk membuat nota penjualan….”
“Justru saya minta tolong sampean ngajarin, sekalian minta tolong belikan komputer juga… saya tidak paham komputer yang seperti apa, juga belinya dimana…. Coba sampean yang kasih tahu anak saya beli dimana”, pinta beliau ke saya.
“Baik pak, saya kasih tahu komputernya seperti apa dan belinya dimana, tapi anak bapak yang bayar langsung, karena harga komputer naik turun ngikutin dolar. Kalau saya yang beli, begitu harganya turun, nanti saya tidak enak dianggap ambil untung lho pak….”. Akhirnya saya berangkat beli komputer dengan anak beliau.
Hari itu saya beli komputer yang bagus, supaya awet. Saya bantu pasang di kantor sambil membuat instalasi kabel LAN agar terhubung antar komputer. Para karyawan beliau memperhatian bagaimana saya memasang kabel, mencolok monitor dan menekan tombol power on.
“Wuiih bagus gambarnya… halus… cakeep..” gumam mereka setelah melihat gambar di desktop windows. Ternyata, ini kali pertama dalam hidup mereka bersentuhan dengan komputer. Mereka adalah anak-anak dari kampung yang merantau ke Jakarta untuk bekerja di Pak Broto. Mereka antusia, tekun dan manut memperhatian saya memegang keyboard dan mouse. Lalu saya ajarkan bagaimana menggunakan Microsoft word untuk membuat pengumuman yang selama ini selalu mereka tulis dengan spidol di kertas, juga bagaimana menggunakan Microsoft excel untuk menghitung insentif salesman yang selama ini mereka hitung dengan kalkulator. Apalagi setelah saya ajarkan bagaimana mencetak dokumen di printer, makin terkagum-kagum. “Asyik ya mas Fajar, aku ndak perlu tulis tangan lagi”…
Sebenarnya di hari itu saya ingin sekali mengajarkan mereka bagaimana menggunakan program penjualan. Tetapi karena mereka sangat bersemangat mencoba word, excel dan mencetak dokumen, akhirnya saya biarkan mereka tenggelam dengan komputer baru tersebut. Saya pikir, besok saya akan mulai program penjualan. Sore hari saya pamit pulang duluan. Sementara para karyawan masih terus asik mengotak-atik komputer. Maklum, ini pengalaman baru buat mereka.
Tapi, apakah Anda tahu apa yang selanjutnya terjadi pada malam hari? Sekitar jam 1 dini hari, handphone saya berdering. “Mas Fajar, ini gimana cara matiin komputernya?” Terdengar suara panik dari salah satu karyawan yang ternyata masih asik otak-atik komputer hingga larut malam. “Oooh gampang, cari karung basah saja, lalu tutupin pakai karung basah biar komputernya mati”, saya coba meledek. “Mas aku serius lho…. Ini bingung matiinnya”… Saya yang tadinya ngantuk jadi tertawa terbahak-bahak. Karena kasihan, saya pandu via handphone cara shut down.
Di hari kedua, saya mulai mengajari mereka cara menggunakan program penjualan. Saat itu saya mengajari mereka cara mengoperasikan ACCURATE versi 3. Mereka antusias. Mereka input nama-nama pelanggan, barang dan pemasok walau harus dengan sebelas jari (pake telunjuk kiri dan telunjuk kanan saja). Dalam waktu yang tidak terlalu lama, akhirnya usaha pak Broto menggunakan kertas faktur yang diprint dari SOFTWARE ACCURATE.
Dari software Accurate pak Broto jadi lebih tahu berapa nilai penjualan, harga pokok dan laba penjualan. Beliau jadi tahu mana biaya yang bengkak, mana biaya tidak perlu, dan mana biaya yang perlu dikonversi menjadi asset. Contohnya, ada satu motor sering rusak dan boros yang digunakan oleh salesman berkeliling tiap hari mencari order, karena dicatat, beliau jadi tahu berapa nilai perawatan dan biaya bensin yang habis dalam sebulan. Lalu beliau membuat simulasi jika mengambil kredit motor baru. Ternyata cicilan motor baru lebih murah daripada biaya perawatan dan biaya bahan bakar.
Kini, usaha pak Broto sudah memiliki cabang di Depok. Bukan hanya itu, kantor dan gudang yang di Bekasi pun sudah menjadi bangunan permanen dengan status tanah sendiri. Sedangkan bangunan semi permanen yang masih sewa tetap digunakan untuk memproduksi krupuk nasi uduk dan krupuk udang. Omzet sudah naik berkali lipat.
Dulu saya masih sendiri saat mengajari pembukuan ke usaha pak Broto. Saya hanya senang saja bisa membantu teman mendigitalkan pencatatan usahanya. Apalagi, Pak Broto sudah tua, usahanya akan diwariskan ke anaknya, mas Eko. Kini mas Eko yang melanjutkan kerajaan bisnis ini.
Seiring berjalannya waktu, dari mulut ke mulut banyak teman-teman pak Broto yang juga pengusaha akhirnya meminta saya mengajari pencatatan dengan komputer. Mereka meminta saya mengajari pembukuan usaha. Saya tidak mau kalau pakai excel, karena yang saya latih adalah para karyawan yang tidak memiliki latar belakang akuntansi. Saya minta mereka menggunakan software penjualan atau software akuntansi jika mau saya latih. Jadi tidak perlu terlalu mahir akuntansi tetap bisa mencatat. Saya meminta mereka memakai software accurate, karena saya sudah memakai duluan sebelum pak Broto memakai.
Alhamdulillah makin hari ke hari, semakin banyak klien yang menggunakan jasa training pembukuan dengan accurate. Saya tidak bisa menghandle sendiri. Akhirnya saya merekut beberapa anak muda yang mau berjuang mengajarkan pencatatan pembukuan ke semua UKM di Indonesia. Pada waktu itu kami hanya berjalan apa adanya. Lalu ada klien yang bertanya, “nama usaha pelatihan accurate kamu apa?” Saya bingung mau kasih nama apa. Kebetulan saat itu saya sedang menghandle klien perusahaan Jepang yang memiliki konsultan keuangan dan audit bernama JAC (Japan Asian Consultant). Saat saya mengajari accurate di perusahaan ini, saya diundang ke JAC untuk mendiskusikan format laporan keuangan sesuai standar mereka. Akhirnya saya putuskan memberi nama FAC (First Asian Consultant). Yang penting punya nama dulu. Saya berharap, FAC bisa mengajari pembukuan di wilayah ASIA. Alhamdulillah akhirnya ada klien dari Singapura yang meminta trainer FAC untuk mengajar ACCURATE di kantor pusat mereka di Singapura.
Karena banyak mengurusin perusahaan UKM, dimana banyak karyawan-karyawan pembukuannya yang tidak memiliki latar belakang akuntansi, FAC selalu mencari metodologi bagaimana mereka bisa menguasai ACCURATE tanpa latar belakang akuntansi sekalipun.
Setiap merekrut tenaga trainer, kami salalu menanamkan semangat menyesuaikan metodologi pengajaran accurate tergantung kemampuan peserta belajar, bukan memaksa mereka mamahami accurate dari pendekatan akuntansi.
Tidak terasa, tenyata panjang juga tulisan ini. Kita akan sambung di tulisan lainnya.
Training accurate, klik www.fac-institute.com/training
Phone 0812 9008 3983 / 0812 1911 5005
Leave A Comment